Kamis, 23 Oktober 2014

TINDAK PIDANA PERPAJAKAN



TINDAK PIDANA PAJAK DAERAH JAWA TENGAH


 



Disusun Oleh :

Nama                    : Rozelvi
NPM                     : 26212710
Kelas                    : 3 EB 25
Jurusan                : Akuntansi


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan. KH. Noer Ali, Kalimalang Bekasi
Telp/Fax 021-88860117
PTA 2014/2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran dari penduduk suatu negara kepada negara (bersifat memaksa), berdasarkan undang-undang untuk membiayai belanja negara dan sebagai alat untuk mengatur kesejahteraan dan perekonomian. Menurut UU RI no.28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang dimaksud dengan pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Lima unsur pokok dalam definisi pajak pajak adalah :
Ø  Iuran/pungutan dari rakyat kepada Negara
Ø  Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
Ø  Pajak dapat dipaksakan
Ø  Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi
Ø  Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara (pengeluaran umum pemerintah)
Ciri-ciri Pajak yang terdapat dalam pengertian pajak antara lain sebagai berikut :
1.        Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2.        Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak).
3.        Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4.        Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
5.        Berfungsi sebagai budgeter atau mengisi kas negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial  (fungsi mengatur / regulatif)

1.2.  Fungsi Pajak
1.         Fungsi Budgeter adalah fungsi pajak sebagai sumber pemasukan keuangan negara untuk pembiayaan pembangunan.
2.         Fungsi Alokasi adalah fungsi pajak sebagai sumber pemasukan keuangan negara untuk kemudian dialokasikan untuk pengeluaran rutin negara.
3.         Fungsi regulasi adalah pajak yang digunakan sebagai alat untuk mengatur atau mencapai tujuan-tujuan tertentu, pada umumnya sektor swasta atau sering disebut kebijakan fiskal.
4.         Fungsi Sosial adalah pemungutan pajak disesuaikan dengan kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya.

1.3.  Macam-macam Pajak
·           Berdasarkan Kewenangan Pemungutan
1. Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Contoh: PPh, PPN, PPn-BM
2. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Contoh: pajak Reklame, PKB (pajak Kendaraan Bermotor)
·           Berdasarkan Cara Pemungutannya
1. Pajak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan oleh orang lain. Contoh: PPh, PBB
2. Pajak tidak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penjualan, PPn-BM, PPN, Bea Materai dan Cukai
·           Berdasarkan Sifat Pemungutannya
1. Pajak Subjektif, adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan kemampuan membayar wajib pajak. Contoh: PPh
2. Pajak Objektif, adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: PPN, PBB

BAB II
KASUS
TEMPO.CO, Surakarta - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II saat ini tengah memeriksa bukti permulaan atas adanya dugaan pidana perpajakan yang dilakukan enam wajib pajak. Kepala Bidang Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II, Basuki Rakhmad, mengatakan keenam wajib pajak tersebut diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 11,3 miliar. "Jumlah itu dihitung dari kewajiban membayar pajak yang tidak dilakukan oleh wajib pajak," ujarnya, Kamis, 3 April 2014. Tindak pidana perpajakan yang dilakukan, kata dia, umumnya yakni wajib pajak tidak membayar pajak sesuai dengan ketentuan.
Basuki menjelaskan, keenam wajib pajak yang masuk kategori bandel itu terdapat di sejumlah daerah di Jawa Tengah. Basuki tidak menyebutkan identitas mereka. Dia hanya menyebutkan di Kabupaten Sukoharjo terdapat satu wajib pajak bandel yang berbisnis dalam bidang perdagangan bahan bangunan. Di Kabupaten Karanganyar, ada dua wajib pajak bandel. Salah satunya memiliki usaha dalam bidang perdagangan alat rumah tangga, sementara yang lainnya berdagang pupuk. Di Kabupaten Cilacap, terdapat satu wajib pajak bandel yang punya usaha dalam bidang jasa konstruksi.
Seorang wajib pajak perorangan di Magelang yang punya usaha dalam bidang peternakan juga sedang diperiksa. Terakhir, wajib pajak bandel yang disorot berada di Surakarta. Dia memiliki usaha yang bergerak dalam bidang industri kertas.
Selain memeriksa wajib pajak, Kantor Wilayah Pajak Jawa Tengah II sudah mengeluarkan 4.378 surat paksa pembayaran pajak dan 200 surat perintah penyitaan aset. Juga melelang enam aset milik wajib pajak dan memblokir 47 rekening.
Basuki mengatakan tindak penegakan hukum ini untuk mengamankan target penerimaan pajak sebesar Rp 7,097 triliun. Saat ini setoran pajak baru Rp 1 triliun.
Adapun Kepala Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta, Hafidz El Fauzi, mengatakan, hingga akhir Maret 2014, penyampaian surat pemberitahuan tahunan wajib pajak perorangan mencapai 47,2 persen dari total 63.736 wajib pajak. “Bagi wajib pajak yang menyampaikan SPT lewat e-filling masih ada waktu sampai 30 April 2014,” katanya.
Sebanyak 2.274 wajib pajak ditargetkan menggunakan e-filling, namun ternyata 3.798 orang tercatat memanfaatkan layanan tersebut.
UKKY PRIMARTANTYO

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Tindak pidana perpajakan yang terjadi di daerah Jawa Tengah tersebut memiliki beberapa kemungkinan pelanggaran hukum perpajakan diantaranya yaitu melakukan kesalahan-kesalahan yang disengaja seperti berikut ini:
·         Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan NPWP; atau
·         Tidak menyampaikan SPT;
·         Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
·         Menolak untuk melakukan pemeriksaan; atau
·   Menolak memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
·    Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan atau dokumen lainnya; atau
·       Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara
Tindakan disengaja tersebut Menurut Pasal 38 UU No. 16 Tahun 2000, dapat dipidana paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar
Penyebab beberapa wajib pajak melakukan hal tersebut dikarenakan mereka ingin mendapatkan keuntungan yang besar dengan membayar pajak dengan se-minimal mungkin, dan mungkin kurangnya pengetahuan dan kepedulian mereka terhadap hukum Negara terutama tentang pajak. Padahal pajak merupakan pendapatan terbesar bagi Negara kita.
Dari paragraf terakhir juga dapat disimpulkan kendala beberapa wajib pajak yang tidak memiliki waktu untuk membayar pajak sehingga mereka butuh sarana pembayaran yang lebih mudah dan efisien, contohnya seperti layanan e-filling.

Saran:
Ø  Bagi fiscus → memberikan pemahaman atau sosialisasi mengenai hukum perpajakan, dan meyakinkan wajib pajak untuk taat pajak atau mungkin memberikan sarana untuk mempermudah wajib pajak untuk membayar pajak.
Ø  Bagi wajib pajak → lebih peduli terhadap hukum pajak karena pajak merupakan sumber utama untuk kesejahteraan bersama.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA


Sabtu, 11 Oktober 2014

PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN KAS DAERAH

PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN KAS DAERAH





  

Disusun Oleh :

Nama                   : Rozelvi
NPM                    : 26212710
Kelas                    : 3 EB 25
Jurusan                : Akuntansi


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan. KH. Noer Ali, Kalimalang Bekasi
Telp/Fax 021-88860117
PTA 2014/2015


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
            Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia yang didasari UU Nomer 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sejak tahun 2001 berimplikasi pada perubahan dalam sistem pembuatan keputusan terkait dengan pengalokasian sumberdaya dalam anggaran pemerintah daerah. Sebelumnya pendekatan penentuan alokasi lebih mengacu pada realisasi anggaran tahun sebelumnya dengan sedikit peningkatan (incremental) tanpa merubah jenis atau pos belanja (line-item). Pendekatan atau sistem tersebut disebut sebagai sistem anggaran tradisional (line-item and incremental budgeting). Setelah otonomi daerah, tepatnya pada tahun 2003, pendekatan anggaran yang digunakan adalah anggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting).
            Dalam Penyusunan Anggaran Kas Daerah terdapat beberapa dasar hukumnya diantaranya adalah Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.21 Tahun 2011.
            Dengan adanya otonomi Daerah diharapkan Pemerintah Daerah mampu mengelolasumber-sumber yang ada didaerahnya yang akhirnya mampu memperolah Pendapatan Asli Daerah semaksimal mungkin yang akan secara langsung menambah Pendapatan Daerah. Jika Pendapatan Daerah meningkat maka akan dapat membiayai Belanja Daerah sehingga Sistem Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah dapat mencapai tingkat yang efektif sesuai yang direncanakan.



1.2              Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
  • Penjelasan mengenai Anggaran Kas Daerah?
  • Bagaimana Alur Proses Anggaran Kas Daerah?

1.3              Tujuan Penulisan
Tujuan penulis adalah untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang Anggaran Kas Daerah dan mengetahui bagaimana proses sistem penyusunan anggaran kas daerah. Disamping itu, tulisan ini bertujuan untuk melengkapi nilai tugas softskill mata kuliah Bahasa Indonesia 2.
1.4              Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis adalah dengan mengumpulkan data-data dari Internet dan Modul Presentasi Penyusunan DPA-SKPD dan Anggaran Kas.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Anggaran Kas
Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.
Pada dasarnya, anggaran kas menggambarkan rencana penerimaan dan pengeluaran selama satu periode anggaran (umumnya satu tahun, mulai 1 Januari s.d. 31 Desember). Pada pemerintahan daerah, anggaran kas dibuat oleh PPKD selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) dan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Karena SKPD merupakan bagian dari Pemda, maka agregasi dari anggaran kas seluruh SKPD akan menjadi anggaran kas Pemda.
Penyusunan anggaran kas di pemerintah daerah pada dasarnya mengikuti pedoman dan struktur organisasi yang berlaku di daerah tersebut. Karena anggaran kas berhubungan erat dengan fungsi bendahara, yakni satuan yang bertugas menerima, menyimpan, dan membayarkan uang, maka pelaksana fungsi tersebut bertugas menyusun rencana aliran kas ke depan. Berdasarkan struktur organisasi pengelolaan keuangan daerah, unit kerja yang menangani perbendaharaan adalah sub-bagian perbendaharaan di bagian keuangan atau bidang perbendaharaan di badan pengelolaan keuangan daerah.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Anggaran Kas
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi anggaran kas Pemda, yakni:
  1. Sumber penerimaan. Aliran kas masuk mencakup pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, lain-lain pendapatan, dan penerimaan dalam pembiayaan (SILPA tahun lalu, pinjaman, penerimaan piutang/pinjaman yang pernah diberikan, hasil penjualan aset yang dipisahkan).
  2. Musim. Penentuan jadwal kegiatan ada kalanya tergantung pada “musim”, seperti untuk kesehatan (pancaroba), pendidikan (ujian nasional), pekerjaan umum (kemarau/hujan), dsb.
  3. Katerkaitan dengan kegiatan/anggaran tahun lalu. Pengeluaran kas ini terkait dengan belanja yang bersifat mengikat, yaitu kegiatan yang telah dikontrakkan dengan pihak ketiga, namun belum dibayar klaim mereka atas beban APBD.
  4. Urgensi kegiatan di luar keadaan luar biasa atau darurat. Ada kalanya pelaksanaan suatu kegiatan didahulukan/diprioritaskan karena kepala daerah yang baru dituntut merealisasikan janji kampanyenya.
2.2              Alur Proses Anggaran Kas Daerah

-   Instansi
Bank Kasda                : Bank Kas Daerah
BUD                           : Bendahara Umum Daerah
SKPD                          : Satuan Kerja Perangkat Daerah
-   Dokumen
DPA-SKPD                : Dokumen Pelaksana Anggaran SKPD
SPD                             : Surat Penyediaan Dana
SPP                             : Surat Permintaan Pembayaran
SPM                            : Surat Perintah Membayar
SP2D                           : Surat Perintah Pencairan Dana


Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut:
1.    Penyusunan rencana kerja pemerintah daerah.
2.    Penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran.
3.    Penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara.
4.    Penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD.
5.    Penyusunan rancangan perda APBD.
6.    Penetapan APBD
Dalam menyusun APBD ada prinsip-prinsip yang tidak boleh ditinggalkan, yaitu adalah:
1.    Transparansi dan Akuntabilitas
2.    Disiplin Anggaran
3.    Keadilan Anggaran
4.    Efesiensi dan Efektifitas
5.    Format Anggaran
6.    Rasional dan Terukur
7.    Pendekatan KinerjaDokumen Publik


BAB III
PENUTUP
3.1              Kesimpulan
Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode
Alur Proses Anggaran Kas Daerah SKPD harus membuat DPA-SKPD yang berisi rincian anggaran kas daerah lalu terbit SPD, SPP/SPM SKPD dan juga SP2D sehingga SKPD dapat mengambil dananya di Bank Kasda.

3.2              Saran
            Dalam menyusun Anggaran Kas Daerah, Pemerintah telah menetapkan undang-undang yang harus dipatuhi dan ditaati. Hal tersebut diharapkan agar mempermudah sistem APBD pada setiap daerah di Indonesia. Penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat menambah wawasan pembaca.


Daftar Pustaka