TINDAK
PIDANA PAJAK DAERAH JAWA TENGAH
Disusun Oleh :
Nama : Rozelvi
NPM : 26212710
Kelas : 3 EB 25
Jurusan : Akuntansi
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jalan.
KH. Noer Ali, Kalimalang Bekasi
Telp/Fax
021-88860117
Website: http://www.gunadarma.ac.id
PTA 2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran dari penduduk suatu negara kepada negara
(bersifat memaksa), berdasarkan undang-undang untuk membiayai belanja negara dan
sebagai alat untuk mengatur kesejahteraan dan perekonomian. Menurut UU RI no.28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang dimaksud dengan pajak
adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Lima unsur pokok dalam
definisi pajak pajak adalah :
Ø Iuran/pungutan dari rakyat kepada Negara
Ø Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
Ø Pajak dapat dipaksakan
Ø Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi
Ø Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara (pengeluaran umum
pemerintah)
Ciri-ciri Pajak yang
terdapat dalam pengertian pajak antara lain sebagai berikut :
1.
Pajak dipungut oleh negara,
baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah berdasarkan atas
undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2.
Pemungutan pajak mengisyaratkan
adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak)
ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak).
3.
Pemungutan pajak diperuntukan
bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
4.
Tidak dapat ditunjukan adanya
imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak
yang dilakukan oleh para wajib pajak.
5.
Berfungsi sebagai budgeter atau
mengisi kas negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial
(fungsi mengatur / regulatif)
1.2. Fungsi Pajak
1.
Fungsi Budgeter adalah fungsi pajak sebagai sumber pemasukan
keuangan negara untuk pembiayaan pembangunan.
2.
Fungsi Alokasi adalah fungsi pajak sebagai sumber pemasukan keuangan negara untuk
kemudian dialokasikan untuk pengeluaran rutin negara.
3.
Fungsi regulasi adalah pajak yang
digunakan sebagai alat untuk mengatur atau mencapai tujuan-tujuan tertentu,
pada umumnya sektor swasta atau sering disebut kebijakan fiskal.
4.
Fungsi Sosial adalah pemungutan pajak disesuaikan dengan kekuatan seseorang untuk
dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya.
1.3. Macam-macam Pajak
·
Berdasarkan Kewenangan
Pemungutan
1. Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat. Contoh:
PPh, PPN, PPn-BM
2. Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Contoh:
pajak Reklame, PKB (pajak Kendaraan Bermotor)
·
Berdasarkan Cara Pemungutannya
1. Pajak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya harus ditanggung
sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dialihkan oleh orang lain. Contoh:
PPh, PBB
2. Pajak tidak Langsung, adalah pajak yang pembayarannya dapat
dialihkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penjualan, PPn-BM, PPN, Bea Materai
dan Cukai
·
Berdasarkan Sifat Pemungutannya
1. Pajak Subjektif, adalah pajak yang memperhatikan kondisi keadaan
wajib pajak. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak harus ada alasan-alasan objektif
yang berhubungan erat dengan kemampuan membayar wajib pajak. Contoh: PPh
2. Pajak Objektif, adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh: PPN, PBB
BAB II
KASUS
TEMPO.CO, Surakarta - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Jawa Tengah II saat ini tengah memeriksa bukti permulaan atas adanya dugaan
pidana perpajakan yang dilakukan enam wajib pajak. Kepala Bidang Penyuluhan
Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa
Tengah II, Basuki Rakhmad, mengatakan keenam wajib pajak tersebut diduga
merugikan keuangan negara sebesar Rp 11,3 miliar. "Jumlah itu dihitung
dari kewajiban membayar pajak yang tidak dilakukan oleh wajib pajak,"
ujarnya, Kamis, 3 April 2014. Tindak pidana perpajakan yang dilakukan, kata
dia, umumnya yakni wajib pajak tidak membayar pajak sesuai dengan ketentuan.
Basuki
menjelaskan, keenam wajib pajak yang masuk kategori bandel itu terdapat di
sejumlah daerah di Jawa Tengah. Basuki tidak menyebutkan identitas mereka. Dia
hanya menyebutkan di Kabupaten Sukoharjo terdapat satu wajib pajak bandel yang
berbisnis dalam bidang perdagangan bahan bangunan. Di Kabupaten Karanganyar,
ada dua wajib pajak bandel. Salah satunya memiliki usaha dalam bidang
perdagangan alat rumah tangga, sementara yang lainnya berdagang pupuk. Di
Kabupaten Cilacap, terdapat satu wajib pajak bandel yang punya usaha dalam
bidang jasa konstruksi.
Seorang wajib
pajak perorangan di Magelang yang punya usaha dalam bidang peternakan juga
sedang diperiksa. Terakhir, wajib pajak bandel yang disorot berada di
Surakarta. Dia memiliki usaha yang bergerak dalam bidang industri kertas.
Selain memeriksa wajib pajak,
Kantor Wilayah Pajak Jawa Tengah II sudah mengeluarkan 4.378 surat paksa
pembayaran pajak dan 200 surat perintah penyitaan aset. Juga melelang enam aset
milik wajib pajak dan memblokir 47 rekening.
Basuki
mengatakan tindak penegakan hukum ini untuk mengamankan target penerimaan pajak
sebesar Rp 7,097 triliun. Saat ini setoran pajak baru Rp 1 triliun.
Adapun Kepala
Seksi Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surakarta, Hafidz El Fauzi,
mengatakan, hingga akhir Maret 2014, penyampaian surat pemberitahuan tahunan
wajib pajak perorangan mencapai 47,2 persen dari total 63.736 wajib pajak.
“Bagi wajib pajak yang menyampaikan SPT lewat e-filling masih ada
waktu sampai 30 April 2014,” katanya.
Sebanyak
2.274 wajib pajak ditargetkan menggunakan e-filling, namun ternyata
3.798 orang tercatat memanfaatkan layanan tersebut.
UKKY
PRIMARTANTYO
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Tindak pidana perpajakan yang terjadi di daerah Jawa Tengah tersebut
memiliki beberapa kemungkinan pelanggaran hukum perpajakan diantaranya yaitu melakukan
kesalahan-kesalahan yang disengaja seperti berikut ini:
·
Tidak mendaftarkan diri atau
menyalahgunakan NPWP; atau
·
Tidak menyampaikan SPT;
·
Menyampaikan SPT dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
·
Menolak untuk melakukan
pemeriksaan; atau
· Menolak memperlihatkan
pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah
benar; atau
·
Tidak menyelenggarakan
pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku,
catatan atau dokumen lainnya; atau
·
Tidak menyetorkan pajak yang
telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan Negara
Tindakan disengaja tersebut Menurut Pasal 38 UU No. 16 Tahun 2000, dapat dipidana paling lama 6 (enam) tahun
dan atau denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang yang
tidak atau kurang dibayar
Penyebab beberapa wajib pajak melakukan hal tersebut dikarenakan
mereka ingin mendapatkan keuntungan yang besar dengan membayar pajak dengan
se-minimal mungkin, dan mungkin kurangnya pengetahuan dan kepedulian mereka
terhadap hukum Negara terutama tentang pajak. Padahal pajak merupakan
pendapatan terbesar bagi Negara kita.
Dari paragraf terakhir juga dapat disimpulkan kendala beberapa wajib
pajak yang tidak memiliki waktu untuk membayar pajak sehingga mereka butuh
sarana pembayaran yang lebih mudah dan efisien, contohnya seperti layanan
e-filling.
Saran:
Ø
Bagi fiscus → memberikan
pemahaman atau sosialisasi mengenai hukum perpajakan, dan meyakinkan wajib
pajak untuk taat pajak atau mungkin memberikan sarana untuk mempermudah wajib
pajak untuk membayar pajak.
Ø Bagi wajib pajak → lebih peduli terhadap hukum pajak karena pajak
merupakan sumber utama untuk kesejahteraan bersama.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA